Resmi! Telah Rilis e-Faktur 4.0. Apa Saja Fiturnya dan Bagaimana Cara Updatenya

Menuju Perubahan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan 2022



Pemerintah bersama Komisi XI DPR RI resmi menyepakati perubahan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang berubah menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dalam sidang Paripurna DPR hari ini, kamis (07/10/2021).

Sri Mulyani berkali-kali menyampaikan reformasi perpajakan sangat diperlukan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang lebih sehat, adil, fleksibel dan akuntabel bagi seuruh masyarakat Indonesia. Namun, akan tetap mempertimbangkan kondisi perekonomian yang masih diselimuti tekanan pandemi Covid-19.

Dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan ada beberapa kluster yang akan diubah, yaitu :

  1. Untuk Pajak Penghasilan, pemerintah akan menurunkan tarif PPh Badan yang tadinya 25% menjadi 22% untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya. 
  2. Perubahan tarif untuk PPh Orang Pribadi. Dimana saat ini PPh OP hanya dibagi dalam 4 bracket, dan kemudian akan diubah menjadi 5 bracket. Dimana lapisan penghasilan orang pribadi yang dikenai tarif pajak terendah 5% dinaikkan menjadi Rp 60 juta, dari yang sebelumnya Rp 50 juta.Tarif terbaru ditambah 35% bagi OP yang berpenghasilan di atas Rp 5 milliar per tahunnya.
  3. Pemerintah juga mengatur kembali obyek PPN dan fasilitas PPN dengan tujuan mencerminkan keadilan serta tepat sasaran. Dalam ha ini, pemerintah mengatur perluasan basis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan melakukan pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN untuk barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lainnya akan diberikan fasilitas dibebaskan PPN.
  4. Pemerintah juga akan mengubah tarif tunggal untuk PPN yang sebelumnya saat ini diterapkan sebesar 10%, akan naik menjadi 11% mulai 1 april 2022 dan menjadi 12% paling lambat 1 januari 2025. 
  5. Dalam RUU HPP juga terdapat terobosan baru, yaitu mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan. Dengan terintegrasinya penggunaan NIK sebagai NPWP, akan mempermudah sistem administrasi wajib pajak di Indonesia, khususnya wajib pajak orang pribadi. Penggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi tidak berarti semua WNI wajib membayar PPh, tetapi tetap memperhatikan pemenuhan syaat subyektif dan obyektif untuk membayar pajak. Yaitu apabila orang pribadi mempunyai penghasilan setahun diatas PTKP atau orang pribadi pengusaha yang mempunyai peredaran bruto diatas 500 juta setahun.
  6. Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PPSWP) atau yang lebih dikenal dengan Tax Amnesty jilid II, juga diterapkan dalam RUU HPP. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum serta kemanfaaatan. PPSWP akan diselenggarakan pada 1 Januari - 30 Juni 2022.
  7. Pemerintah akan menerapkan Pajak Karbon dengan tarif sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Pengenaan pajak karbon dilakukan dengan memperhatikan peta jalan pajak karbon dan/atau peta jalan pasar karbon, dengan subyek pajak yaitu orang pribadi atau badan usaha yang membeli barang yang mngandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. 

Dengan reformasi tersebut, diharapkan sistem perpajakan menjadi lebih efektif sebagai instrumen kebijakan, meminimalkan distorsi, adaptif dengan pertumbuhan struktur ekonomi, teknologi, aktivitas dunia usaha dan perpajakan global. Juga diharapkan dapat menjamin kepastian hukum serta optimal sebagai sumber pendapatan untuk pembangunan nasional yang berkelanjutan.


Ada pertanyaan seuptar perpajakan? Hubungi kami


Komentar

Kembali ke

Cari Blog Ini