- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan aturan baru terkait petunjuk pelaksanaan penghitungan dan pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pegawai dan bukan pegawai. Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023.
Penerbitan
PMK 168/ 2023 yang berlaku mulai 1 Januari 2024 ini sekaligus juga menggantikan peraturan sebelumnya yang mengatur
pemotongan PPh Pasal 21, yakni PMK 252/2008, dikarenakan belum memenuhi
kebutuhan terkait pemotongan dan juga penerapan dari tarif efektif yang
digunakan atas PPh Pasal 21.
Melalui PMK 168/2023, ketentuan terkait dengan penggunaan tarif efektif rata-rata (TER) diatur, mengingat sebelumya ketentuannya dituang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023. PP 58/2023 dan PMK 168/2023 ini terbit guna menyederhanakan mekanisme perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi mulai dari pegawai dan non pergawai.
| Baca juga : Kejutan Awal Tahun! Per Januari 2024 Penerapan Metode TER pada Perhitungan PPh 21 Mulai Berlaku
PMK 168/2023 mengatur sejumlah ketentuan termasuk juga pengenaan dan perhitungan PPh Pasal 21 bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi, yang secara garis besar terdiri atas 9 Bab. Bab tersebut mengatur mulai dari pihak yang menjadi pemotonng pajak dan penerima penghasilan, jenis penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, dasar pengenaan dan pemotongan pajak, dan tarif PPh Pasal 21.
Selain itu, ada pula
pengaturan mengenai Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21, Pemotongan PPh Pasal 21 bagi pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota POLRI
dan pensiunannya, serta Ketentuan Saat Terutang dan Tata Cara Pemotongan PPh
Pasal 21.
PMK 168/2023 ini juga sudah mengakomodasi ketentuan mengenai tarif efektif PPh Pasal 21. Adapun tarif efektif PPh Pasal 21 sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023. Dalam beleid ini terdapat sejumlah poin penting yang mempertegas tata cara perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21:
| Baca juga : Penyesuaian Aturan Pajak Penghasilan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022
Pertama, PMK 168 tahun
2023 menegaskan bahwa pegawai tetap yang menerima penghasilan secara teratur
akan dikenakan tarif efektif bulanan untuk setiap masa pajak, kecuali pada masa
pajak terakhir yang akan menggunakan tarif progresif sesuai Pasal 17
Undang-Undang (UU) PPh. Hal ini berlaku juga untuk pensiunan dan pegawai yang
berhenti bekerja di tengah tahun. Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang akan
dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan proporsional
terhadap jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.
Kedua, PMK 168 tahun 2023 juga mengatur bahwa pegawai tidak tetap
yang menerima penghasilan harian akan dikenakan tarif efektif harian jika
penghasilan rata-rata harian tidak lebih dari Rp 2.500.000. Jika lebih, maka
akan dikenakan tarif progresif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan 50 % dari
penghasilan bruto harian. Jika pegawai tidak tetap menerima penghasilan
bulanan, maka akan dikenakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan penghasilan
bruto bulanan.
Ketiga, PMK 168 tahun 2023 menjelaskan bahwa bukan pegawai seperti
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, pemain musik, pembawa acara,
penyanyi, pelawak, olahragawan, pengarang, peneliti, penerjemah, dan agen
iklan, akan dikenakan tarif
progresif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan 50 % dari penghasilan bruto. PMK ini
tidak membedakan antara bukan pegawai yang menerima penghasilan
berkesinambungan atau tidak berkesinambungan. Tarif pemotongan akan didasarkan
pada penghasilan bruto di tiap masa, tidak lagi ditentukan berdasarkan
penghasilan kumulatif dengan masa sebelumnya. Selain itu, PMK 168/2023
juga mempertegas bahwa PPh Pasal 21 hanya dikenakan atas jasa. Pada Pasal 12
ayat (4) PMK 168/2023, disebutkan bahwa selain untuk jasa catering, penghasilan
bruto sebagai dasar pengenaan pajak adalah jumlah penghasilan di luar pembelian
material. pembayaran upah kepada pihak lain yang dikerjakan atau pembayaran
kepada pihak ketiga.
Keempat, PMK 168 tahun
2023 juga mengatur pengenaan PPh Pasal 21 lainnya, seperti untuk dewan
komisaris/pengawas yang menerima penghasilan secara tidak teratur PPh Pasal
21 dihitung menggunakan
tarif efektif bulanan dikalikan dengan penghasilan bruto dalam 1 masa pajak; untuk peserta
kegiatan PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan
bruto. Jika yang menerima adalah pegawai tetap, penghasilan digabungkan dengan
penghasilan lain dan dihitung sesuai dengan mekanisme untuk pegawai tetap;
sedangkan bagi pegawai yang menarik dana pensiun serta mantan pegawai PPh Pasal
21 dihitung menggunakan
tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan bruto dalam satu masa pajak; dan mantan
pegawai.
Kelima, pada ketentuan
sebelumnya, unsur pengurang terdiri dari biaya jabatan dan iuran pensiun atau
jaminan hari tua yang dibayar pegawai (untuk pegawai tetap), dan biaya pensiun
(untuk pensiunan). Melalu PMK 168/2023, saat ini pemberi kerja dapat
memperhitungkan zakat yang dibayarkan pegawai/pensiunan sebagai pengurang
penghasilan, . Hal tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c dan Pasal 11
ayat (1) huruf b PMK 168/2023. Ini merupakan pengaturan baru karena sebelumnya
komponen zakat diperhitungkan sebagai pengurang dalam SPT Tahunan Pajak
Penghasilan. Tidak hanya zakat, ketentuan ini juga berlaku untuk sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
sepanjang dibayarkan kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
| Baca juga : Ketahui Aturan Teknis Pajak Natura dan Kenikmatan dalam PMK 66/2023
Dalam hal terjadi
kelebihan pemotongan, sesuai ketentuan pada Pasal 21 PMK 168/2023, pemotong
wajib mengembalikan kelebihan pemotongan tersebut kepada pegawai tetap dan
pensiunan yang bersangkutan. Pengembalian dilakukan bersamaan dengan pemberian
bukti pemotongan PPh Pasal 21 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa
Pajak Terakhir. Dari sisi pemberi kerja/pemotong, jika terdapat kelebihan
penyetoran, pemberi kerja dapat melakukan kompensasi kelebihan pembayaran
tersebut dengan PPh Pasal 21/26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui SPT
Masa.
Download disini 👇👇👇👇
Artikel
Terkait :
1. Kejutan Awal Tahun! Per Januari2024 Penerapan Metode TER pada Perhitungan PPh 21 Mulai Berlaku
2. Daftar Natura yang Dikecualikandari Obyek Pajak Penghasilan
3. Ketahui Aturan Teknis Pajak Natura dan Kenikmatan dalam PMK66/2023
4. Resmi! NIK menggantikan NPWP,Begini Format Baru NPWP
5. E-Form Akan Segera Mengakomodir Batasan Omzet Rp 500 jutaTidak Kena Pajak UMKM
6. Tutorial Update e-SPT PPh Pasal 21-26 Versi 2.5.0.0
7. Awal Tahun, DJP Merilis Aplikasi
e-SPT PPh 21-26 Versi Terbaru 2.5.0.0
8. Penyesuaian Aturan Pajak Penghasilan Dalam PeraturanPemerintah Nomor 55 Tahun 2022
9. Omzet UMKM Sampai Dengan Rp500 Juta Tidak Dikenakan Pajak
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar