Anti Ribet! Pelaporan dan Pemotongan PPh 21 Melalui Aplikasi e-Bupot 21/26

Pahami! Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan PPh Pasal 21 dalam PMK 168 Tahun 2023

 


Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan aturan baru terkait petunjuk pelaksanaan penghitungan dan pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pegawai dan bukan pegawai. Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023. 

 

Penerbitan PMK 168/ 2023 yang berlaku mulai 1 Januari 2024 ini sekaligus juga menggantikan peraturan sebelumnya yang mengatur pemotongan PPh Pasal 21, yakni PMK 252/2008, dikarenakan belum memenuhi kebutuhan terkait pemotongan dan juga penerapan dari tarif efektif yang digunakan atas PPh Pasal 21.


Melalui PMK 168/2023, ketentuan terkait dengan penggunaan tarif efektif rata-rata (TER) diatur, mengingat sebelumya ketentuannya dituang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023. PP 58/2023 dan PMK 168/2023 ini terbit guna menyederhanakan mekanisme perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi mulai dari pegawai dan non pergawai.


| Baca juga : Kejutan Awal Tahun! Per Januari 2024 Penerapan Metode TER pada  Perhitungan PPh 21 Mulai Berlaku

PMK 168/2023 mengatur sejumlah ketentuan termasuk juga pengenaan dan perhitungan PPh Pasal 21 bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi, yang secara garis besar terdiri atas 9 Bab. Bab tersebut mengatur mulai dari pihak yang menjadi pemotonng pajak dan penerima penghasilan, jenis penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, dasar pengenaan dan pemotongan pajak, dan tarif PPh Pasal 21.

Selain itu, ada pula pengaturan mengenai Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21, Pemotongan PPh Pasal 21 bagi pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota POLRI dan pensiunannya, serta Ketentuan Saat Terutang dan Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21.

PMK 168/2023 ini juga sudah mengakomodasi ketentuan mengenai tarif efektif PPh Pasal 21. Adapun tarif efektif PPh Pasal 21 sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023. Dalam beleid ini terdapat sejumlah poin penting yang mempertegas tata cara perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21:

| Baca juga : Penyesuaian Aturan Pajak Penghasilan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022

Pertama, PMK 168 tahun 2023 menegaskan bahwa pegawai tetap yang menerima penghasilan secara teratur akan dikenakan tarif efektif bulanan untuk setiap masa pajak, kecuali pada masa pajak terakhir yang akan menggunakan tarif progresif sesuai Pasal 17 Undang-Undang (UU) PPh. Hal ini berlaku juga untuk pensiunan dan pegawai yang berhenti bekerja di tengah tahun. Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang akan dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.

Kedua, PMK 168 tahun 2023 juga mengatur bahwa pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan harian akan dikenakan tarif efektif harian jika penghasilan rata-rata harian tidak lebih dari Rp 2.500.000. Jika lebih, maka akan dikenakan tarif progresif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan 50 % dari penghasilan bruto harian. Jika pegawai tidak tetap menerima penghasilan bulanan, maka akan dikenakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan penghasilan bruto bulanan.

Ketiga, PMK 168 tahun 2023 menjelaskan bahwa bukan pegawai seperti tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, olahragawan, pengarang, peneliti, penerjemah, dan agen iklan, akan dikenakan tarif progresif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan 50 % dari penghasilan bruto. PMK ini tidak membedakan antara bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan atau tidak berkesinambungan. Tarif pemotongan akan didasarkan pada penghasilan bruto di tiap masa, tidak lagi ditentukan berdasarkan penghasilan kumulatif dengan masa sebelumnya. Selain itu, PMK 168/2023 juga mempertegas bahwa PPh Pasal 21 hanya dikenakan atas jasa. Pada Pasal 12 ayat (4) PMK 168/2023, disebutkan bahwa selain untuk jasa catering, penghasilan bruto sebagai dasar pengenaan pajak adalah jumlah penghasilan di luar pembelian material. pembayaran upah kepada pihak lain yang dikerjakan atau pembayaran kepada pihak ketiga.

Keempat, PMK 168 tahun 2023 juga mengatur pengenaan PPh Pasal 21 lainnya, seperti untuk dewan komisaris/pengawas yang menerima penghasilan secara tidak teratur PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan penghasilan bruto dalam 1 masa pajak; untuk peserta kegiatan PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan bruto. Jika yang menerima adalah pegawai tetap, penghasilan digabungkan dengan penghasilan lain dan dihitung sesuai dengan mekanisme untuk pegawai tetap; sedangkan bagi pegawai yang menarik dana pensiun serta mantan pegawai PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan bruto dalam satu masa pajak; dan mantan pegawai. 

Kelimapada ketentuan sebelumnya, unsur pengurang terdiri dari biaya jabatan dan iuran pensiun atau jaminan hari tua yang dibayar pegawai (untuk pegawai tetap), dan biaya pensiun (untuk pensiunan). Melalu PMK 168/2023, saat ini pemberi kerja dapat memperhitungkan zakat yang dibayarkan pegawai/pensiunan sebagai pengurang penghasilan, . Hal tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c dan Pasal 11 ayat (1) huruf b PMK 168/2023. Ini merupakan pengaturan baru karena sebelumnya komponen zakat diperhitungkan sebagai pengurang dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Tidak hanya zakat, ketentuan ini juga berlaku untuk sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, sepanjang dibayarkan kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

| Baca juga : Ketahui Aturan Teknis Pajak Natura dan Kenikmatan dalam PMK 66/2023

Dalam hal terjadi kelebihan pemotongan, sesuai ketentuan pada Pasal 21 PMK 168/2023, pemotong wajib mengembalikan kelebihan pemotongan tersebut kepada pegawai tetap dan pensiunan yang bersangkutan. Pengembalian dilakukan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir. Dari sisi pemberi kerja/pemotong, jika terdapat kelebihan penyetoran, pemberi kerja dapat melakukan kompensasi kelebihan pembayaran tersebut dengan PPh Pasal 21/26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui SPT Masa.

Download disini 👇👇👇👇

Petunjuk Umum dan Contoh Perhitungan PPh Pasal 21





Komentar