Resmi! Telah Rilis e-Faktur 4.0. Apa Saja Fiturnya dan Bagaimana Cara Updatenya

Anti Ribet! Pelaporan dan Pemotongan PPh 21 Melalui Aplikasi e-Bupot 21/26

 




Dengan diterbitkannya Peraturan Dirjen Pajak PER-2/PJ/2024 tentang Bentuk dan Tata Cara Permbuatan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 serta Bentuk, Isi, Tata Cara Penghasilan, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26.
Maka, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merilis aplikasi e-Bupot 21/26 sebagai pengganti e-SPT PPh 21/26. 

Perilisan aplikasi ini juga sebagai wujud berlakunya peraturan terbaru tersebut yang mulai berlaku di masa pajak Januari 2024. 


Terdapat beberapa perubahan baru terkait pelaporan SPT dan penerbitan bukti potong PPh Pasal 21 dalam PER-2/PJ/2024 ini, diantaranya adalah :
  • Penambahan bukti potong PPh 21 bulanan berupa formulir 1721-VIII. Isi formulir tersebut di antaranya kode objek pajak, jumlah penghasilan bruto, dasar pengenaan pajak, tarif lebih tinggi 20% karena tidak ber-NPWP, dan PPh dipotong.
  • Penambahan komponen zakat sebagai pengurang dalam bukti potong PPh 21 tahunan (formulir 1721-A1).
  • Kewajiban menggunakan tanda tangan elektronik pada dokumen elektronik untuk pemotong pajak tertentu.
  • Kewajiban menerbitkan bukti potong PPh 21/26 dan SPT Masa PPh 21/26 menggunakan dokumen elektronik untuk pemotong pajak tertentu.
  • Kewajiban menggunakan e-Bupot 21/26 per masa pajak Januari 2024, baik yang dirilis oleh DJP maupun oleh Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) mitra resmi DJP.

Apakah yang Dimaksud dengan Aplikasi e-Bupot 21/26?

 Bersamaan dengan terbitnya peraturan baru ini, DJP juga merilis aplikasi e-Bupot 21/26. E-Bupot 21/26 adalah aplikasi berbasis web milik DJP yang bertujuan untuk membuat bukti potong PPh 21/26 dan menyampaikan bukti potong PPh Pasal 21/26.

Aplikasi e-Bupot PPh 21/26 ini dapat diakses melalui laman DJP Online atau melalui kanal www.pajak.go.id

Wajib pajak yang merupakan pemotong pajak dapat mengakses e-Bupot PPh 21/26 untuk membuat bukti potong dan menyampaikan SPT Masa PPh 21/26.

|Baca juga : Resmi! NIK menggantikan NPWP, Begini Format Baru NPWP

Penggunaan aplikasi ini sudah mulai berlaku per masa pajak Januari 2024, dan wajib pajak pemotong pajak yang telah membuat bukti potong dan melaporkannya melalui aplikasi ini tidak diperbolehkan lagi untuk menyampaikan SPT Masa dalam bentuk kertas pada masa pajak selanjutnya.

Pemerintah mempermudah pembuatan bukti potong pajak penghasilan karyawan baik PPh Pasal 21 ataupun Pasal 26 melalui aplikasi e-Bupot 21/26.

Kemudahan pembuatan itu telah ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 yang diterbitkan sejak 19 Januari 2024 dan mulai berlaku sejak masa Januari 2024. Ketentuan ini merupakan peraturan pengganti atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013.

Pokok pengaturan yang tertuang dalam peraturan itu di antaranya terkait aplikasi pelaporan, yakni adanya perubahan aplikasi pelaporan elektronik, dari aplikasi berbasis desktop (e-spt) ke aplikasi berbasis web (e-Bupot 21/26).

|Baca juga : Tutorial Update e-SPT PPh Pasal 21-26 Versi 2.5.0.0

Lalu, bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dalam bentuk Dokumen Elektronik dibuat menggunakan Aplikasi e-Bupot 21/26 yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Jenis- Jenis Bukti Potong dan SPT Masa PPh Pasal 21/26

Berdasarkan peraturan terbaru, pemotong pajak wajib membuat, memberikan, dan melaporkan bukti potong PPh 21/26 yang terdiri dari:

  • Bukti potong PPh 21 tidak final atau PPh 26 berupa formulir 1721-VI, diberikan pada saat pembuatan bukti potong PPh 21/26.
  • Bukti potong PPh 21 final berupa formulir 1721-VII, diberikan pada saat pembuatan bukti potong PPh 21/26.
  • Bukti potong PPh 21 bulanan berupa formulir 1721-VIII, diberikan maksimal 1 bulan setelah masa pajak berakhir.
  • Bukti potong PPh 21 tahunan bagi pegawai tetap atau pensiunan yang menerima uang pensiun berkala berupa formulir 1721-A1, diberikan maksimal 1 bulan setelah masa pajak berakhir.

Pemotong pajak tidak perlu membuat bukti potong dalam hal jika tidak ada pembayaran penghasilan kepada penerima penghasilan. Namun, pemotong pajak tetap perlu membuat bukti potong dalam hal berikut:

  • Tidak dilakukan pemotongan PPh 21 karena jumlah penghasilan tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
  • Jumlah PPh 21 yang dipotong nihil karena adanya surat keterangan bebas atau dikenakan tarif 0%.
  • PPh 21 yang ditanggung Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  • PPh 21 yang diberikan fasilitas pajak penghasilan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  • Jumlah PPh 26 yang dipotong nihil berdasarkan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda yang ditunjukkan dengan adanya surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili wajib pajak luar negeri.
Lalu, SPT Masa PPh 21/26 yang terbaru terdiri dari:
  • Induk SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 – (Formulir 1721).
  • Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala – (Formulir 1721- I).
  • Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Tidak Bersifat Final dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 – (Formulir 1721-II).
  • Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Bersifat Final – (Formulir 1721-III.
  • Daftar Surat Setoran Pajak dan/atau Bukti Pemindahbukuan untuk Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 – (Formulir 1721-IV).
  • Daftar Biaya – (Formulir 1721-V).

Hadirnya Bukti Potong PPh 21 Bulanan

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperkenalkan bentuk bukti pemotongan (Bupot) pajak penghasilan (PPh) baru, yaitu Bupot PPh 21 bulanan (Formulir 1721-VIII) melalui pengesahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 (PER 2/2024). Bukti potong PPh 21 bulanan adalah Bukti potong (Bupot) yang diberikan kepada pegawai tetap atau pensiunan yang menerima uang pensiun secara berkala. Jenis Bupot ini mulai berlaku untuk masa pajak Januari 2024.

|Baca juga : Omzet UMKM Sampai Dengan Rp500 Juta Tidak Dikenakan Pajak

Hadirnya Bupot PPh 21 bulanan melengkapi ketentuan baru terkait PPh 21 bagi pegawai tetap dan pensiunan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 (PMK 168/2023). Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) PMK 168/2023, pemotongan PPh 21 bagi pegawai tetap dan pensiunan harus dihitung menggunakan tarif efektif bulanan (TER Bulanan) untuk seluruh masa kecuali masa pajak terakhir. 

Sehubungan dengan hal tersebut, Bupot PPh 21 bulanan dibuat atas penghasilan yang diterima atau diperoleh setiap masa pajak selain masa pajak terakhir. Adapun satu Bupot PPh 21 hanya dapat digunakan untuk satu penerima penghasilan, satu kode objek pajak, dan satu masa pajak.

Pemotong pajak wajib memberikan Bupot PPh Pasal 21 bulanan formulir 1721-VIII kepada pegawai tetap atau pensiunan paling lama 1 bulan setelah masa pajak berakhir.  Khusus untuk Bupot PPh 21 bulanan masa Januari 2024, pemotong pajak dapat memberikan Bupot tersebut kepada pegawai tetap atau pensiunan paling lambat tanggal 31 Maret 2024.

Cara Menggunakan e-Bupot 21/26

Secara umum, terdapat 5 langkah dalam menggunakan aplikasi e-Bupot 21/26, yaitu:

  1. Login. Aplikasi e-Bupot 21/26 merupakan aplikasi yang berbasis web sehingga tidak memerlukan installer khusus. Untuk dapat menggunakannya, Wajib Pajak cukup login ke laman https://djponline.pajak.go.id.
  2. Bupot. Pembuatan Bupot dapat dilakukan melalui dua metode yaitu key-in dan skema impor data excel. Namun sebelum melakukan perekaman Bupot, pastikan Wajib Pajak telah mengatur nama dan jabatan penandatangan di menu pengaturan.
  3. Posting. Posting adalah aktivitas memindahkan data Bupot yang telah dibuat/diterbitkan ke dalam draft SPT atau untuk melakukan update data pada SPT.
  4. Pembayaran. Setelah melakukan posting, langkah berikutnya adalah merekam data pembayaran pada SPT. Proses ini dipersyaratkan bagi Wajib Pajak yang memiliki setoran PPh baik berupa NTPN ataupun Pemindahbukuan.
  5. Submit SPT. Submit SPT merupakan rangkaian terakhir dari proses bisnis pemotongan PPh 21/26. Proses ini dilakukan setelah proses perekaman bukti pemotongan dan bukti penyetoran selesai dilaksanakan.

Petunjuk lengkap penggunaan aplikasi e-Bupot 21/26 dapat dilihat disini




Komentar

Kembali ke

Cari Blog Ini